Evolusi Tanaman Beracun melawan Herbivora

Tanaman telah menjalani evolusi yang luar biasa untuk bertahan hidup di berbagai habitat. Namun, setelah berhasil beradaptasi di habitat daratan, mereka dihadapkan pada masalah baru: herbivori. Berbagai organisme, mulai dari bakteri hingga serangga dan hewan pemakan tumbuhan, cenderung memakan tanaman. Tekanan dari herbivori mendorong evolusi berbagai pertahanan pada tanaman.

tanaman beracun

Adaptasi Pertahanan Tanaman

Sebagian tanaman mengalami perubahan dalam bentuk fisik, seperti tumbuhnya duri, duri, atau daun yang lebih tebal dan keras. Ada pula tanaman yang berevolusi untuk menghasilkan senyawa kimia beracun. Senyawa ini membuat tanaman tersebut terasa tidak enak, mengganggu siklus hidup herbivora, membuat herbivora sakit, atau bahkan membunuh mereka secara langsung.

Salah satu aspek menarik dari tanaman, terutama pada tumbuhan berbunga (angiosperma), adalah evolusi senyawa yang disebut metabolit sekunder atau yang biasa disebut sebagai fitokimia. Awalnya dianggap sebagai produk limbah, senyawa ini mencakup beragam senyawa kimia: alkaloid, kuinon, minyak esensial, terpenoid, glikosida (termasuk glikosida sianogenik, kardiaktif, antrakuinon, kumarin, dan saponin), flavonoid, rafida (juga disebut oksalat, yang mengandung kristal jarum kalsium oksalat), resin, dan fitotoksin (molekul protein yang sangat beracun).

Pengaruh pada Manusia

Fitokimia yang disebutkan di atas memiliki berbagai efek pada manusia. Beberapa senyawa ini dapat menyebabkan iritasi kulit ringan hingga parah atau dermatitis kontak; yang lain menyebabkan gangguan lambung dari ringan hingga parah. Beberapa senyawa bahkan dapat menyebabkan halusinasi atau gejala psikoaktif. Sedangkan, konsumsi banyak jenis fitokimia lainnya dapat berakibat fatal.

Menariknya, banyak fitokimia ini juga memiliki penggunaan medis penting. Efek dari fitokimia bergantung pada dosis: Pada dosis rendah, beberapa fitokimia bersifat terapeutik; pada dosis yang lebih tinggi, beberapa bisa mematikan.

Alkaloid dan Glikosida

Alkaloid adalah senyawa berbasis nitrogen yang pahit. Lebih dari tiga ribu alkaloid telah diidentifikasi dari sekitar empat ribu spesies tanaman. Efek terbesarnya umumnya terjadi pada sistem saraf, menghasilkan efek fisiologis atau psikologis.

Beberapa keluarga tanaman yang menghasilkan alkaloid termasuk Apocynaceae, Berberidaceae, Fabaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae. Beberapa alkaloid terkenal termasuk kafein, kokain, efedrin, morfin, nikotin, dan kinin.

Sementara itu, glikosida adalah senyawa yang menggabungkan gula, biasanya glukosa, dengan komponen aktif lainnya. Ada banyak jenis glikosida, beberapa di antaranya bersifat beracun. Beberapa kelompok glikosida berpotensi beracun termasuk glikosida sianogenik, kardiaktif, antrakuinon, kumarin, dan saponin.

Glikosida sianogenik ditemukan pada banyak anggota Rosaceae dan terdapat di biji, biji aprikot, ceri, pir, dan plum. Ketika glikosida sianogenik terurai, mereka melepaskan senyawa yang disebut sianida hidrogen.

Tanaman Beracun dalam Kehidupan Sehari-hari

Banyak tanaman yang umum di rumah tangga bersifat beracun bagi manusia dan hewan. Keluarga tanaman populer yang dapat menyebabkan masalah adalah Araceae, termasuk tanaman seperti filodendron dan dieffenbachia. Semua anggota keluarga ini mengandung kristal jarum kalsium oksalat yang, jika tertelan, menyebabkan sensasi terbakar dan pembengkakan pada bibir, lidah, mulut, dan tenggorokan.

Tanaman lanskap juga dapat bersifat beracun. Misalnya, pohon yew (genus Taxus), yang sering ditanam sebagai tanaman lanskap, sangat beracun. Anak-anak yang memakan biji yang berwarna merah cerah dari tanaman ini bisa keracunan oleh alkaloid kuat yang disebut taxin. Yew juga beracun bagi hewan ternak, menyebabkan kematian pada kuda dan sapi.

Racun Panah dalam Budaya dan Penggunaan Medis

Produk tanaman beracun telah digunakan ribuan tahun dalam berburu, eksekusi, dan peperangan. Biasanya, ekstrak beracun tersebut dioleskan pada panah atau tombak.

Racun panah memiliki berbagai variasi, dan kebanyakan pemburu hutan hujan memiliki campuran rahasia mereka sendiri. Racun panah Amerika Selatan secara umum disebut curare. Ada lebih dari tujuh puluh spesies tanaman yang digunakan dalam pembuatan racun panah.

Beberapa jenis curare juga terbukti bermanfaat secara medis. Mereka digunakan sebagai relaksan otot dalam operasi, mengurangi jumlah anestesi umum yang dibutuhkan. Tanaman bernama Strychnos nux-vomica dari Asia menghasilkan racun stryknin, sebuah stimulan sistem saraf pusat.

Pada zaman kuno, produk tanaman beracun juga umum digunakan dalam eksekusi. Banyak orang terampil pada saat itu dalam meracuni, dapat memilih racun yang akan memakan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu untuk berefek, sehingga memastikan misalnya pasangan yang tidak setia tidak mencurigai alasan di balik penyakitnya.

Poison Ivy dan Resiko Alergi

Tanaman Toxicodendron radicans, yang dikenal sebagai poison ivy, terkenal karena menyebabkan dermatitis kontak. Poison ivy adalah anggota Anacardiaceae, atau keluarga jambu-jambuan, dan menjadi gulma yang tersebar luas di Amerika Serikat dan selatan Kanada. Tanaman ini dapat tumbuh sebagai semak atau tumbuhan merambat dengan tiga daun, yang menjadi dasar dari ungkapan lama “Tiga daun, biarkan saja.”

Resin urushiol yang terdapat pada semua bagian tanaman tersebut adalah senyawa kimia penyebab reaksi alergi. Urushiol sangat kuat, sehingga pada beberapa individu, hanya satu tetesan sudah dapat menyebabkan reaksi alergi.

Menghirup asap dari pembakaran poison ivy dapat menyebabkan kerusakan mata dan paru-paru. Untuk beberapa orang, kontak dengan asap dari pembakaran poison ivy saja sudah bisa memicu reaksi. Urushiol bisa bertahan selamanya; dalam herbarium, tanaman kering yang berumur seratus tahun telah menyebabkan dermatitis kontak pada para ahli botani yang malang.

Dengan begitu banyaknya tanaman beracun di sekitar kita, penting untuk mengenali dan menghindarinya. Kesadaran akan sifat beracun tanaman-tanaman tersebut dapat meminimalisir risiko yang mungkin terjadi bagi manusia dan hewan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *